MediaTangerang.com, -
Hari Sabtu (31/1) mungkin menjadi hari terbaik sepanjang hidup Wahab
(68). Barangkali juga, kabar yang ia terima hari itu adalah kabar paling
indah yang pernah didengarnya selama ini. Paling cepat bulan depan, ia
dan istrinya, Samsiah serta anaknya Sumardi (30) akan menyongsong mimpi indah di
setiap tidur mereka. Mulai hari Minggu sebuah ‘surga baru’ akan segera
hadir menggantikan rumah renta mereka.
“Bagi kami itu bukan rumah. Kondisi rumah Pak Wahab sekarang sangat tidak layak untuk disebut rumah,” jelas Dicky Irawan, Koordinator Daerah Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Kabupaten Tangerang, Banten, menggambarkan rumah ringkih milik Wahab.
Saat pertama kali menyambangi rumah Wahab 11 Januari silam, Dicky bersama relawan MRI Tangerang lainnya, menyaksikan sendiri kondisi kediaman Wahab di Kampung Cibelut Rt.04/01, Desa Cibogo, Cisauk, Tangerang. Dicky mengaku ia tak menemukan rumah, yang ia lihat hanyalah sebuah gubuk. Menempati area seluas 3x4 meter, struktur rumah hanya ditopang oleh kayu dan bambu. Dindingnya bilik lapuk, yang bila dicolok dengan satu jari saja tak perlu tenaga untuk melubanginya. Lantai di dalam rumah tak beralaskan apapun kecuali tanah. Hanya teras yang tertutupi adukan semen sekenanya. Sementara atapnya tertutupi genting yang tampak sudah sangat garing.
Melihat sosok tempat berteduh Wahab dari kejauhan, kita akan dapati kondisinya seperti pohon tua dengan akar yang tak mampu lagi menopang batangnya. Batangan-batangan bambu tertunjang di beberapa sudut, seperti sedang membantu rumah mencari keseimbangannya. Andai ada hembusan angin cukup kuat sedikit saja, tamat sudah teratak Wahab ini. Bagaimana dengan hujan? Keadaan di dalam akan mirip kolam jika hujan turun. Bukan hanya karena tetesan bocoran dari atap di sana-sini, tapi karena air dari luar mengalir ke dalam. Jadilah, Wahab bersama Samsiah dan Sumardi sibuk minggir kesana-kemari di dalam gubuk demi menghindari air dari atas maupun di bawah mereka.
Wahab tak mampu memperbaiki kondisi gubuknya. Lelaki tua ini hanyalah pekerja serabutan. Ia dan Samsiah masih harus mengurus Sumardi yang menderita gangguan kesehatan sejak terjatuh dari kereta tempo hari. “Pak Wahab yang sudah renta seperti itu tentu perlu bantuan untuk meringankan bebannya. Maka kami mengajukan permohonan kepada ACT untuk memberinya tempat berteduh yang layak,” kisah Dicky seperti ditulis act.id.
Tak perlu waktu lama, keputusan untuk membangun sebuah rumah untuk Wahab direalisasi Sabtu lalu. Ini tentu menjadi kabar gembira untuk Wahab. “Alhamdulillah ya Allah, masih ada juga yang perhatian sama saya,” gumam Wahab dengan mata berkaca, saat diberitahu tim MRI Tangerang tentang rencana pembangunan rumah untuknya. Dicky dan kawan-kawan yang mewakili ACT datang berkunjung sekaligus membawa material pembangunan, seperti pasir, pasir-batu, batu kali, semen, batako berikut peralatan kerjanya.
Sebuah rumah permanen akan segera dibangun dalam waktu sebulan ke depan di sebidang tanah pemberian salah seorang kerabat Wahab. Lokasinya persis di depan gubuk reyotnya. Hari Minggu pekerjaan pun sudah dilakukan oleh 2 orang tukang dan 3 kenek, yang tak lain adalah tetangga Wahab sendiri. Sementara pengerjaan akan diawasi oleh Syarifuddin, seorang tokoh masyarakat setempat yang pertama kali melaporkan kondisi rumah Wahab kepada MRI.
Pembangunan atau renovasi rumah adalah bagian dari program Mobile Social Rescue yang digulirkan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan melibatkan relawan-relawan yang tergabung di dalam wadah MRI. Untuk sementara, seperti diungkap Dicky, bantuan untuk Wahab baru pada tahap pembangunan rumah. Belum ada rencana untuk melengkapi isi rumah kelak. Tertarik membantu?
“Bagi kami itu bukan rumah. Kondisi rumah Pak Wahab sekarang sangat tidak layak untuk disebut rumah,” jelas Dicky Irawan, Koordinator Daerah Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Kabupaten Tangerang, Banten, menggambarkan rumah ringkih milik Wahab.
Saat pertama kali menyambangi rumah Wahab 11 Januari silam, Dicky bersama relawan MRI Tangerang lainnya, menyaksikan sendiri kondisi kediaman Wahab di Kampung Cibelut Rt.04/01, Desa Cibogo, Cisauk, Tangerang. Dicky mengaku ia tak menemukan rumah, yang ia lihat hanyalah sebuah gubuk. Menempati area seluas 3x4 meter, struktur rumah hanya ditopang oleh kayu dan bambu. Dindingnya bilik lapuk, yang bila dicolok dengan satu jari saja tak perlu tenaga untuk melubanginya. Lantai di dalam rumah tak beralaskan apapun kecuali tanah. Hanya teras yang tertutupi adukan semen sekenanya. Sementara atapnya tertutupi genting yang tampak sudah sangat garing.
Melihat sosok tempat berteduh Wahab dari kejauhan, kita akan dapati kondisinya seperti pohon tua dengan akar yang tak mampu lagi menopang batangnya. Batangan-batangan bambu tertunjang di beberapa sudut, seperti sedang membantu rumah mencari keseimbangannya. Andai ada hembusan angin cukup kuat sedikit saja, tamat sudah teratak Wahab ini. Bagaimana dengan hujan? Keadaan di dalam akan mirip kolam jika hujan turun. Bukan hanya karena tetesan bocoran dari atap di sana-sini, tapi karena air dari luar mengalir ke dalam. Jadilah, Wahab bersama Samsiah dan Sumardi sibuk minggir kesana-kemari di dalam gubuk demi menghindari air dari atas maupun di bawah mereka.
Wahab tak mampu memperbaiki kondisi gubuknya. Lelaki tua ini hanyalah pekerja serabutan. Ia dan Samsiah masih harus mengurus Sumardi yang menderita gangguan kesehatan sejak terjatuh dari kereta tempo hari. “Pak Wahab yang sudah renta seperti itu tentu perlu bantuan untuk meringankan bebannya. Maka kami mengajukan permohonan kepada ACT untuk memberinya tempat berteduh yang layak,” kisah Dicky seperti ditulis act.id.
Tak perlu waktu lama, keputusan untuk membangun sebuah rumah untuk Wahab direalisasi Sabtu lalu. Ini tentu menjadi kabar gembira untuk Wahab. “Alhamdulillah ya Allah, masih ada juga yang perhatian sama saya,” gumam Wahab dengan mata berkaca, saat diberitahu tim MRI Tangerang tentang rencana pembangunan rumah untuknya. Dicky dan kawan-kawan yang mewakili ACT datang berkunjung sekaligus membawa material pembangunan, seperti pasir, pasir-batu, batu kali, semen, batako berikut peralatan kerjanya.
Sebuah rumah permanen akan segera dibangun dalam waktu sebulan ke depan di sebidang tanah pemberian salah seorang kerabat Wahab. Lokasinya persis di depan gubuk reyotnya. Hari Minggu pekerjaan pun sudah dilakukan oleh 2 orang tukang dan 3 kenek, yang tak lain adalah tetangga Wahab sendiri. Sementara pengerjaan akan diawasi oleh Syarifuddin, seorang tokoh masyarakat setempat yang pertama kali melaporkan kondisi rumah Wahab kepada MRI.
Pembangunan atau renovasi rumah adalah bagian dari program Mobile Social Rescue yang digulirkan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan melibatkan relawan-relawan yang tergabung di dalam wadah MRI. Untuk sementara, seperti diungkap Dicky, bantuan untuk Wahab baru pada tahap pembangunan rumah. Belum ada rencana untuk melengkapi isi rumah kelak. Tertarik membantu?
1 Komentar
Sungguh mulia, insan yang sangat peduili dengan sesama. Jadi terharu, mencoba berkaca pada diri sendiri yang setiap waktunya sebagian besar memikirkan bagaimana dunia digenggam.
BalasHapus