Oleh: Dini Aulia Rizky
(Pemerhati Dunia Anak)
Ilustrasi (pexels.com) |
MediaTangerang.com, - Indonesia adalah negara urutan kedua dalam kemampuan minat membaca, ini bukan prestasi kerena urutan keduanya adalah urutan dari bawah. Betul - betul sangat memprihatikan. Tajuk ini adalah hasil riset lembaga pendidikan, keilmuan dan kebudayaan dunia atau UNESCO di tahun 2016. Padahal menurut UNESCO disisi lain partisipasi pendidikan di Indonesia sudah mulai meningkat tajam, namun hal ini tidak diimbangi dengan kualitas pendidikan itu sendiri.
Berbicara tentang pendidikan adalah berbicara tentang kualitas bukan sekedar kuantitas. Karena kuantitas adalah hal kesekian setelah kita telah mampu memberikan kualitas pada aspek pendidikan. Ketika kualitas telah meningkat maka yakin perlahan kuantitas pun akan meningkat. Tetapi tidak di Indonesia, justru sebaliknya. Ini sungguh miris sekali.
Menjamurnya masyarakat Indonesia yang membuat sekolah-sekolah, juga tak kalah hebatnya menjamur lembaga-lembaga bimbingan belajar yang lebih di khususkan untuk membaca, menulis dan berhitung. Ini memang menandakan dan menjadi suport terbesar bahwa benar memang apa yang dinyatakan boleh UNESCO tersebut.
Anak anak dijejali dengan angka angka, huruf-huruf yang setiap hari nya, belum lagi kalau mereka sedikit telat dalam membaca maka itu akan menjadi aib bagi sebagian besar orang tua di Indonesia. Mereka justru lebih bangga anaknya sudah dapat membaca dan menulis sebelum usia sekolah dasar.
Dalam sorotan lain pun bahwa Indonesia memiliki kemampuan cepat membaca sejak dini sejak usia TK anak anak sudah mengenal huruf, bahkan tak jarang yang sudah lancar membaca. Tapi ini tidak di dukung dengan kesukaan dan minat bacanya, kenapa demikian, jelas ini menjadi sorotan tajam bagi dunia pendidikan. Majunya suatu bangsa justru terletak dari bagaimana saya minat membaca pada masyarakatnya.
Memang benar usia 0-7 tahun adalah usia emas yang digadang-gadang oleh banyak pakar pendidikan, di sisi lain Howard Gardner juga mencetuskan teori multipel intelegensi. Namun pada perkembangan nya teori ini justru menjadi salah kaprah digunakan dan jauh dari maksud sebenarnya yang diinginkan Howard Gardner.
Ilustrasi (pexels.com) |
Golden age yang dimaksud adalah sebenarnya menggali fitrah atau basic kemampuan yang ada pada diri seorang anak. Manusia memiliki dasar diri yang lurus karenanya kembangkan lurus kemampuan itu yang seharusnya digali terus menerus, di stimulus dengan berbagai metode sehingga dalam perkembangan otaknya seorang anak bisa menyambungkan apa yang ia dapatkan.
Seperti kemampuan membaca, stimulus pertama sebenarnya adalah bukan dengan mengajarkan huruf mengenalkan angka, menyambung semuanya menjadi sebuah kalimat bukan, dimana itu menjadi traumatis pertama seorang anak untuk mencintai buku.
Ajarkan anak anak usia dini pada hal hal menyenangkan, mencintai, menghargai. Kemudian biarkan imagi-imajinasi positifnya berkembang, mencari bagaimana apa yang ia sukai, menggambarkan apa yang ia dengar. Selanjutnya kita akan mudah menanamkan membaca pada anak.
Banyak praktek atau contoh cara apa yang bisa membuat sang anak suka. Namun perlu bertahap, yang pertama adalah ajak mereka berkunjung ke event- event pameran tentang buku, atau bisa juga pergi ke perpustakaan tertentu, jadwalkan secara berkala untuk membelinya dan mengunjunginya.
Kemudian yang kedua adalah dengan mendongeng, atau story' telling, Memilih buku mana yang ia suka, lalu ceritakan tentang isinya. Ini adalah bagian menantang dari kita sebagai orang tua, bagaimana kita mampu bercerita sekaligus meluangkan waktu untuk membacakan nya. Waktu yang tepat membacakan cerita positif adalah saat akan menjelang tidur dimana gelombang otak seseorang sedang rileks sehingga informasi akan mudah di serap.
Memang tidak semua anak berkemampuan audio, tapi bisa kita gunakan media visual seperti gambar, atau boneka agar anak-anak terstimulasi. Salah satu aspek yang berkembang saat ia menyukai dongeng kita, maka matanya akan mengikuti kemana kita bergerak, atau yang paling mudah di amati adalah anak akan selalu bertanya.
Kemudian yang ketiga adalah dengan menghargai buku, bisa dipilih menyimpan buku buku pada tempatnya, membersikan buku, atau menyampulkan buku dengan kertas plastik, sehingga buku akan lebih bertahan lama.
Masa kanak-kanak adalah masa paling tepat kita menanamkan segala aspek kebaikan pada anak, kelak saat ia telah tumbuh dewasa, maka penanaman kebaikan itu akan terpatri tajam dalam dirinya. Hingga keinginan kita sebagai bangsa yang besar yang memiliki cita cita bangsa yang berkarakter tak hanya angan-angan kosong dan isapan jempol, tapi wujud nyata terlaksana.
Cobalah kita pikirkan apa yang kita dapat dan tuai saat ini adalah apa yang di tanamkan orang tua kita dahulu melekat indah berbekas.
Selamat menjalani aspek-aspek penting dalam pertumbuhan anak anak, perjalanan tahap perkembangannya, sehingga akan tepat Baga kita harus bersikap. Bukan mau kita tapi apakah yang mereka butuhkan seharusnya. Indonesia maju, strong education from home. Salam kebaikan.
0 Komentar