Kampus UMM |
MediaTangerang.com, - Sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah mengembangkan disiplin ilmu dan kurikulum yang diintegrasikan dengan konsep Islam dengan tujuan ilmu pengetahuan yang diberikan lebih bermanfaat bagi kehidupan.
“Kami sudah memulainya di Fakultas Psikologi sejak 2012, yang tidak hanya melakukan kajian berasal dari Barat, tetapi juga kajian Islam. Tahun ini juga dikembangkan ke fakultas lainnya,” kata Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) bidang Al Islam dan Ke-Muhammadiyahan, Zamahsari, di sela Seminar Kurikulum “Integrasi Islam dan Disiplin Ilmu” di Jakarta, Senin (23/2/2015).
Gerakan yang mengintegrasikan disiplin ilmu dan Islam, ujar dia, juga sudah dilakukan di Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai kelanjutan dari gagasan KH Ahmad Dahlan yang sejak tahun 1920 menginginkan integrasi antara ilmu dari Barat dan Islam.
Integrasi ini, menurut dia, membutuhkan energi yang besar, dari mulai peta jalan, kajian, hingga sumber daya manusia, dengan antara lain melakukan kritik terhadap ilmu sekuler dari Barat dengan menggunakan konsep-konsep Islam hingga melakukan perbandingan antara keduanya di tingkat empiris.
Dalam pengembangan kurikulum ini, ujar dia, Muhammadiyah mengundang sejumlah ilmuwan Islam dari IIUM (International Islamic University Malaysia) yang telah melakukan Islamisasi Ilmu Pengetahuan secara besar-besaran di Malaysia, yakni Prof Kamal Hasan, Prof Dr Hazizan Md Noon, dan Dr Alizi bin Alias.
Mantan Rektor IIUM Prof Kamal Hasan mengatakan, integrasi ilmu pengetahuan dan Islam di kampusnya telah dilakukan di berbagai disiplin ilmu, seperti di Fakultas Kedokteran, Teknologi Informasi, Sains, Sains Sosial, Ekonomi, hingga Kependidikan.
“Sejak Malaysia dijajah Barat, ilmu-ilmu di Malaysia binaan Barat menafikan ilmu wahyu. Perlu ada paradigma baru yang mampu mengharmonisasi ilmu-ilmu Barat ini dengan ilmu Tauhid, karena pemisahan ini merupakan kezaliman terhadap Allah. Itulah mengapa IIUM didirikan pada 1983,” kata Kamal dikutip Hidayatullah.com.
Ia mencontohkan, ilmu sains sosial yang mengajarkan sosiologi dan psikologi, memasukkan perspektif Islam, demikian juga pengajaran ilmu hukum yang tidak hanya berbasis hukum Inggris, tetapi juga hukum syariah. Dalam kesempatan itu, Kamal juga menyatakan kekagumannya pada ulama Indonesia Buya Hamka yang menjadi gurunya melalui berbagai tulisannya serta menyatakan senang bahwa perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah juga mengembangkan paradigma ini.
“Kami sudah memulainya di Fakultas Psikologi sejak 2012, yang tidak hanya melakukan kajian berasal dari Barat, tetapi juga kajian Islam. Tahun ini juga dikembangkan ke fakultas lainnya,” kata Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) bidang Al Islam dan Ke-Muhammadiyahan, Zamahsari, di sela Seminar Kurikulum “Integrasi Islam dan Disiplin Ilmu” di Jakarta, Senin (23/2/2015).
Gerakan yang mengintegrasikan disiplin ilmu dan Islam, ujar dia, juga sudah dilakukan di Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai kelanjutan dari gagasan KH Ahmad Dahlan yang sejak tahun 1920 menginginkan integrasi antara ilmu dari Barat dan Islam.
Integrasi ini, menurut dia, membutuhkan energi yang besar, dari mulai peta jalan, kajian, hingga sumber daya manusia, dengan antara lain melakukan kritik terhadap ilmu sekuler dari Barat dengan menggunakan konsep-konsep Islam hingga melakukan perbandingan antara keduanya di tingkat empiris.
Dalam pengembangan kurikulum ini, ujar dia, Muhammadiyah mengundang sejumlah ilmuwan Islam dari IIUM (International Islamic University Malaysia) yang telah melakukan Islamisasi Ilmu Pengetahuan secara besar-besaran di Malaysia, yakni Prof Kamal Hasan, Prof Dr Hazizan Md Noon, dan Dr Alizi bin Alias.
Mantan Rektor IIUM Prof Kamal Hasan mengatakan, integrasi ilmu pengetahuan dan Islam di kampusnya telah dilakukan di berbagai disiplin ilmu, seperti di Fakultas Kedokteran, Teknologi Informasi, Sains, Sains Sosial, Ekonomi, hingga Kependidikan.
“Sejak Malaysia dijajah Barat, ilmu-ilmu di Malaysia binaan Barat menafikan ilmu wahyu. Perlu ada paradigma baru yang mampu mengharmonisasi ilmu-ilmu Barat ini dengan ilmu Tauhid, karena pemisahan ini merupakan kezaliman terhadap Allah. Itulah mengapa IIUM didirikan pada 1983,” kata Kamal dikutip Hidayatullah.com.
Ia mencontohkan, ilmu sains sosial yang mengajarkan sosiologi dan psikologi, memasukkan perspektif Islam, demikian juga pengajaran ilmu hukum yang tidak hanya berbasis hukum Inggris, tetapi juga hukum syariah. Dalam kesempatan itu, Kamal juga menyatakan kekagumannya pada ulama Indonesia Buya Hamka yang menjadi gurunya melalui berbagai tulisannya serta menyatakan senang bahwa perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah juga mengembangkan paradigma ini.
0 Komentar