MediaTangerang.com, - Puluhan mahasiswa Banten yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat (Gampar) melakukan aksi demonstrasi di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Rabu (29/4). Mereka menyatakan menolak Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Plt Gubernur Banten Rano Karno.
Para mahasiswa menilai sejak ditetapkan sebagai Plt Gubernur Banten, pada 14 Mei 2014 silam, Rano Karno sepertinya tak berbuat banyak. Memasuki masa transisi politik sejak ditahannya Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, pada 20 Desember 2013 silam, Banten nyaris tanpa dinamika.
“Ini terjadi karena selaku pemimpin Rano, under capasity (di bawah kapasitas) ditilik dari sisi ketangguhan ideologi, keluasan jaringan sosial, kemampuan menyelesaikan masalah, hingga modal politik. Bahkan sesaat setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Atut pada 23 Februari 2015 lalu, Rano tampak tak bergairah merebut posisi sebagai gubernur definitif,” tegas koordinator aksi, Abdul Rozak, dalam orasinya seperti diberitakan Beritasatu.com.
Abdul menegaskan, dalam perjalanan transisi politik ini, indikator pembangunan menunjukkan kemerosotan. Padahal APBD Banten 2015 kini mencapai Rp 9,047 triliun.
Menutur Abdul, ada beberapa fakta sebagai bukti lemahnya kepemimpinan Rano yakni angka kemiskinan meningkat. Pada September 2014, menurut BPS angka kemiskinan di Banten mencapai 268.010 jiwa. Padahal pada Maret 2014 jumlahnya hanya 247.140.
Selain itu, di bidang infrastruktur, tak kunjung ada perbaikan. Dari ruas jalan provinsi sepanjang 889 kilometer, 79 persennya atau sekitar 703 kilometer dalam kondisi rusak. Sementara, sepanjang 105 kilometer di antaranya rusak parah.
“Satu bukti lain yang menunjukkan bahwa Rano Karno tidak memiliki kemampuan memimpin yakni proses reformasi birokrasi jalan di tempat. Faktanya, ada lebih dari lima pejabat struktural di Pemprov Banten yang kini berstatus tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi, namun ada beberapa di antaranya malah menempati posisi penting,” ujarnya.
Lebih jauh, Abdul menegaskan, kondisi eksekutif yang stagnan tersebut diperparah oleh perilaku DPRD Provinsi Banten. Sebanyak 85 anggota DPRD Banten yang dilantik 1 September 2014 silam hingga kini tak kunjung memperlihatkan performance yang meyakinkan bahwa mereka layak disebut wakil rakyat. Padahal sejumlah fasilitas sudah mereka rasakan.
“Tahun ini, setiap anggota DPRD Banten rata-rata mendapat dana aspirasi hingga mencapai Rp 2,5 miliar. Entah bagaimana pertanggungjawabannya. Bahkan mereka dimanjakan dengan fasilitas tunjangan perumahan yang mencapai Rp 16 juta per bulan. Sungguh kenikmatan yang jarang dimiliki masyarakat kebanyakan,” ujar Abdul dengan nada sinis.
Dikatakan Abdul, gejala abuse of power juga mulai terasa. Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah bahkan mengakui dirinya mengajukan beberapa nama PNS untuk dipromosikan menjadi pejabat di lingkungan Pemprov Banten.
Abdul menyatakan, berkaca pada situasi amburadulnya kepemimpinan di Banten baik di eksekutif maupun legislatif, patut kiranya LKPJ Gubernur 2014 yang kini sedang ditelaah Pansus DPRD Banten tidak terlalu signifikan menjawab kebutuhan masyarakat. LKPJ yang merupakan paparan kinerja serta anggaran yang dikelola eksekutif sepanjang tahun lalu berisi angka-angka kuantitatif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan kondisi riil di lapangan.
0 Komentar