Berkibarlah Benderaku

MediaTangerang.com, - Diantara contoh bangsa terjajah adalah Bani Israil di masa Fir’aun. Selain diperbudak sekehendak hati, hidup mati Bani Israil juga bergantung keinginan sang Fir’aun. Termasuk nasib bayi – bayi yang baru lahir sekalipun. Indonesia juga pernah mengalami nasib yang kurang lebih sama, dibawah Belanda dan Jepang.

Betul, dijajah memang tidak enak. Semua bangsa pasti ingin merdeka. Bedanya, Bani Israil bersikap pasif dengan menanti diutusnya Musa sebagaimana nubuwat Ibrahim. Sedang bangsa Indonesia bersikap aktif, dengan mengangkat senjata. Karena memang tidak ada nubuwat maupun wasiat khusus tentang siapa yang akan memimpin.

Berani Merdeka
Semua orang punya mimpi, tapi tidak semua orang berani mewujudkannya. Bani Israil tidak berani membayar harga atas tanah yang dijanjikan. Meski berhasil menyeberangi laut merah dengan selamat dan menyaksikan musuhnya tenggelam, namun akhirnya mereka harus tersesat di padang tih selama 40 tahun.

Sebagaimana surga itu ada harganya, maka kemerdekaan juga ada harganya. Dan sejarah menyaksikan bangsa Indonesia berani membayar harganya, meski hanya bermodal do’a, janur kuning dan bambu runcing.

Memerdekakan Jiwa
Pasca Nabi Yusuf, Bani Israil diperbudak di Mesir hingga diutusnya Nabi Musa. Sekian generasi hidup dibawah perbudakan, sampai melahirkan karakter seorang budak. Meski musuhnya sudah hancur, meski sudah berpindah tanah, namun jiwa budak ternyata belum hilang. Mereka ingin kembali menyembah berhala dan mengkonsumsi makanan seperti dulu di Mesir.

Hari ini, genap 70 tahun bangsa Indonesia merdeka. Tapi banyak anak bangsa dan pemimpin negeri yang lebih suka jadi tamu dan pekerja dari bangsa asing. Karena menjadi tuan rumah memang lebih sibuk dan menjadi majikan tanggung jawabnya lebih besar.

Padang Tih Modern
Di padang tih terjadi banyak peristiwa getir yang membentuk karakter jiwa. Mulai dari penyembelihan sapi betina sampai disambar halilintar. Setelah 40 tahun, lahirkan sebuah generasi yang kuat, buah dari penempaan jiwa yang keras. Akhirnya, mereka berhasil memasuki tanah yang dijanjikan.

Dalam konteks tempat, kisah padang tih hanya terjadi pada Bani Israil. Dalam konteks makna, kisah padang tih terjadi pada semua bangsa. Ada periode kurun waktu yang panjang, dimana sebuah bangsa ditempa jiwa dan karakternya. Banyak peristiwa getir terjadi, mulai pertikaian, pemberontakan sampai bencana alam. 

Entah berapa tahun harus kita lalui, agar bumi pertiwi ini bisa melahirkan satu generasi yang dewasa dan merdeka. Baru setelah itu kita sanggup membangun bangsa Indonesia menjadi pusaka abadi nan jaya, yang dipuja – puja bangsa sejak dulu kala.

Zaman Keemasan
Musa adalah nabi terbesar Bani Israil, tapi Sulaiman adalah raja terbesarnya. Terkadang, pahlawan besar tidak ditaqdirkan untuk menjadi pemimpin. Bahkan kadang, dia juga tidak bisa menyaksikan buah kemenangan atas perjuangan yang dilakukannya.

Kita hormat dan berhutang budi pada banyak tokoh pergerakan kemerdekaan. Namun memaksakan anak cucu dan keturunannya untuk menjadi pemimpin negeri jelas bukan sikap yang bijak. Biarkan negeri ini dikelola oleh putra – putra terbaiknya, siapapun dia.

Pewaris Negeri
Asal usul Bani Israil diawali dari nabi (Ya’qub), bermigrasi ke Mesir karena nabi (Yusuf), dibebaskan oleh nabi (Musa) dan dijayakan oleh nabi (Sulaiman). Dengan sejarah emas seperti itu, ternyata mereka masih bisa berubah haluan. Bahkan akhirnya menjadi bangsa yang dimurkai Allah. Na’udzubillah.

Bangsa Indonesia dimerdekakan dengan pekik takbir, diproklamasikan kemerdekaannya dibulan Ramadhan, dimaktubkan “Atas berkat rahmat Allah” dalam pembukaan konstitusinya. Dengan sejarah emas seperti ini, apakah bangsa Indonesia bisa berubah haluan sebagaimana halnya Bani Israil? Bisa saja.

Jawabannya : Bergantung pada generasi seperti apa yang akan mewarisi negeri ini. Sudah siapkah diri anda untuk menjadi sang pewaris negeri?

Posting Komentar

1 Komentar