MediaTangerang.com, - Menarik dan menginspirasi , mungkin itu kata kata yang pas
untuk menggambarkan film “Ibu, Maafkan Aku” yang akan segera tayang di seluruh
bioskop pada 10 November ini. Film perdana yang diproduksi Onassis Media
Intertainmen (OMI) ini memiliki
magnet yang tidak biasa.
Hadir dalam acara Press Confrence pada Selasa,25
Oktober di Djakarta Theater, Produser ekskutif H. Imam Suharyadi,
Produser Abdullah Faiz AlKaff, Sutradara Amin Ishaq, Pemeran
utama Christine Hakim, Pemain pendukung lainnya seperti Ade Firman Hakim, Meriza Febriani,
Rezka Syam dan penata musik Andi Rianto.
Acara presscon yang dipandu MC Airin ini berjalan
seru. Walau telat hampir satu jam dari jadwal semula . Prescon yang digelar di
studio 1 dihadiri lebih dari 50 orang dari
Media cetak , elektronik ,online
dan juga Blogger.
Sebelum dimulai pernyataan dari produser, sutradara dan para
pemain , ditampilkan pula trailer dan soundtrack film yang digawangi penata
musik kenamaan Andi Rianto. Dalam Trailer yang hanya berdurasi tak lebih dari 3 menit. Tergambar sebuah film
yang kental dengan nuansa keluarga .
Potongan potongan adegan yang ditampilkan menyiratkan adanya
peran ibu yang kuat dalam cerita. Dalam trailer digambarkan seorang wanita
setengah baya, Hartini (diperankan Christine Hakim) yang bekerja keras memunguti batu batu sungai lalu di masukkan kedalam wadah rotan. Nampak bukan pekerjaan yang ringan,
menggendong batu yang beratnya bisa puluhan kilogram. Berjalan bertelanjang
kaki menyusuri lembah tebing yang curam.
Batu batu itupun dibawa pulang lalu dipecahkan menggunakan alat sangat
sederhana dengan tenaga manusia.
Seorang ibu yang bekerja sebagai pemecah batu. Hidup bersama
ketiga anaknya, Banyu (diperankan Ade Firman Hakim), Gendis (diperankan Meriza
Febriani ) dan Satrio (diperankan Marcelino Wibowo). Ketiga anaknya ini memiliki
karakter yang berbeda beda.
Banyu sang Sulung digambarkansebagai anak yang keras dan selalu protektif kepada
dua adiknya terutama Gendis yang didekati seorang teman lelaki , Panji
(diperankankan Rezka Syam) di sekolahnya. Banyu dalam trailer digambarkan
mendapatkan kesempatan diterima di universitas negeri namun tak diambilnya.Banyu
lebih memilih menemani sang Ibu dan dua adiknya sambil mengais uang dengan menjadi
pemain Jatilan (budaya tradisional masyarakat Gunung Kidul , seperti kuda
lumping)
Sementara Gendis digambarkan didalam trailer sebagai anak yang ingin mandiri seperti anak
anak yang lain. Dalam potongan adegan digambarkan Gendis melerai perkelahian
yang terjadi antara kakaknya Banyu dengan Panji,sang kekasih. Panji
sendiri digambarkan sebagai anak yang kehilangan
kasih seorang ibu. Panji bukan saja menemukan tambatan hatinya, Gendis namun
juga menemukan sosok ibu yang selama ini dirindukan pada diri Hartini.
Mengangkat Peran Ibu Sebagai Pahlawan
H.Iman Suharyadi nampaknya tak berlebihan bila
menggambarkan film Ibu sebagai bentuk syiar. Ibu merupakan sosok sentral dan
penting dalam keluarga. Merupakan “sekolah” yang pertama kali didapatkan anak
dalam kehidupannya.
Mengangkat peran ibu kedalam cerita juga bukan perkara
mudah. Selain harus membawa misi mulia. Peran ibu juga harus tergambar bisa
hidup se-asli mungkin, se-natural layaknya seorang ibu dipedesaan yang harus
menghidupi anak anaknya tanpa kehadiran seorang suami yang telah wafat.
Peran Hartini sebagai seorang single parent dengan
bekerja keras sebagai pemecah batu merupakan potret nyata dalam kehidupan
sehari hari masyarakat Gunung Kidul yang diambil sebagai setting lokasi film. Chistine
Hakim dalam pernyataannya, bermain total dan menganggap film Ibu sangatlah
penting . Bagi pemeran Cut Nyak Dien ini peran Ibu terasa punya daya
tarik tersendiri. Walau tak menemui kesulitan dalam memerankan Ibu, Christine
Hakim menyatakan seperti ada tuntunan dari langit (baca: Tuhan) ketika ia harus
memerankan sosok Ibu.
Dalam salah satu adegan bahkan ada percakapan yang keluar
begitu saja secara spontan. Padahal dalam script film yang hanya setengah
halaman itu bisa berubah lebih panjang. Ada perasaan yang keluar begitu saja
secara alami, begitu urai Christine Hakim yang langsung menyabet nominasi
pemeran utama wanita terbaik dalam ajang FFI 2016 melalui film Ibu .
Dalam pernyataannya Abdullah Faiz Alkaff menggambarkan
sosok ibu sebagai pahlawan sejati. Kadang kita mencari pahlawan pahlawan diluar
sana padahal ada pahlawan yang sesungguhnya didekat kita, disamping kita,
didalam rumah kita yaitu seorang Ibu. Momen hari pahlawan 10 November akhirnya
menjadi tanggal diluncurkan film Ibu. Pahlawan yang layak untuk disanjung dan
diberi gelar adalah ibu yang telah melahirkan dan mendidik yang rela bertaruh
nyawa demi sang anak yang dicintainya.
Sementara Amin Ishaq selaku sutradara memberikan
pernyataan dalam proses pembuatan film. Dimulai dari pra produksi, produksi
hingga paska produksi. Menurut sutradara muda yang juga perdana memulai
debutnya dalam layar lebar ini . Film Ibu dibuat dengan cerita yang sangat
simple dan humble. Mengangkat cerita tentang keseharian yang biasa terjadi. Tak
ada dramatisasi, mengalir saja . Bahkan dalam film hampir tak ditemui peran
antagonis. Digambarkan seluruh unsur film memerankan sesuatu yang baik sesuai
fitrah manusia.
Pembuatan film Ibu memang dibuat dengan sederhana tanpa
melebih lebihkan peran. Bahkan poster film juga dibuat dengan warna warana
gradasi yang soft. Tampil dengan kesederhanaan tak membuat film kehilangan kualitasnya.
Disinilah turning point-nya. Pamor film Ibu terletak pada peran para pemainnya
yang bermain secara alami . Bahkan untuk mendapatkan rasa yang lebi kuat dalam
adegan . Hampir seluruh pemain film dan crew tidur di rumah penduduk yang
menjadi setting .
Christine Hakimlah yang meminta tidur di rumah penduduk ,
hanya beralaskan tikar plastik. Sang legenda film Indonesia ini tidak beranjak
selama proses produksi yang menghabiskan waktu hingga 3 minggu. Pendalaman
karakter tokoh yang diperankan memang sudah jaminan mutu bagi aktris film
sekaliber Christine Hakim. Maka tak heran magnet film Ibu akan menyedot para
penontonnya. Ada hal positif yang akan dibawa pulang penontonnya , bagaimana mencintai
sosok Ibu dengan tulus dan ikhlas.
Walau tak bergenre sebagai film spiritual , nampaknya nilai
universal setiap ajaran agama tentang sosok Ibu akan menjadi dominan dalam film
ini. Hal ini terungkap dalam pernyataan setiap pemain film yang merasakan
langsung getaran cinta seorang Ibu. Sosok Ibu yang mencintai anak anaknya
secara total tanpa pamrih.
Cerita Andi Rianto Tentang Original Soundtrack
Sebagai penata musik kawakan, nama Andi Rianto tak perlu
diragukan lagi. Setelah melihat tayangan film yang masih berdurasi lebih dari
dua jam karena belum final cut. Andi Rianto menuturkan bagaimana dirinya
secara spontan menitikkan air mata.
Menurut Andi Rianto film Ibu memiliki daya pikat yang luar
biasa. Peran para pemainnya begitu alami
dan kuat. Peran kerja para pemain, sutradara dan sejumlah crew yang total membuat Andi Rianto juga harus
berbuat sama. Membuat scoring film dengan maksimal. Seperti tak ingin mengecewakan, Andi Rianto
menganggap penggarapan musik film Ibu menjadi prioritas sangat penting. Kekuatan
film Ibu melalui musik menjadi tanggung jawab Andi Rianto.
Uniknya, Andi Rianto seperti mendapat tuntunan. Dalam
mimpinya Andi Rianto mendapatkan melodi theme song yang akan dijadikan original
soundtrack. Hanya dalam 15 menit lagu yang dinyanyikan Zahra Damarima
tercipta.
Menurut Andi Rianto, film Ibu simple, humble namun
sangat dalam dan juga menyentuh perasaan. Bahkan Andi Rianto langsung menelpon
ibundanya . Penampilan original sountrack yang menjadi penambah daya pikat film
Ibu. Walau tak ditayangkan secara keseluruhna lagu yang dinyanyikan Zahra
seperti menyihir para awak media.
Karpet Merah Siap Digelar
Film Ibu, Maafkan aku layak mendapatkan bintang . Bukan saja
karena dibintangi pemain sekelas Christine hakim namun cerita yang dibangun
memiliki magnet tersendiri. Seperti yang dituturkan sutradara, Amin Ishaq. Film
Ibu membawa pesan moral yang penting bagi semua orang yang merasa lahir dari
rahim seorang Ibu.
Film ini tidak bercerita tentang kekuasaan, politik, kisruh
negara, keajaiban teknologi. Film ini bahkan mengambil setting disebuah daerah
minus di Gunung Kidul . Tak ada adegan yang aneh aneh macam super hero. Film
ini memang lekat dengan kehidupan sehari hari. Menceritakan perjuangan seorang
Ibu dalam mendidik ketiga anaknya. Tak
ada konflik tajam, tak ada simalin kundang anak durhaka yang ada hanyalah
seorang Ibu yang berbicara bijak dengan hati yang tulus.
Sayang bila film Ibu ini dilewatkan, ada banyak pesan moral
yang bisa didapat penonton. Bila anda sayang Ibu anda, bercerminlah dengan
menonton film ini. Sebuah getaran kasih sayang seorang ibu akan mengalir pada
diri anda. Tak percaya, datangi bioskop pada 10 November. Rasakan getarannya.
RUSHAN NOVALY
0 Komentar